Minggu, 14 Februari 2010

Wanita - Wanita Terlarang


"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh."

Islam menetapkan wanita-wanita yang boleh dinikahi dan menetapkan pula sejumlah wanita yang tidak boleh dinikahi. Pengaturan wanita yang boleh dinikahi dan yang tidak boleh dinikahi tertera dalam al-Qur'an surah an-Nisa' ayat 22, 23 dan 24.


Dari tiga ayat ini dapat disimpulkan bahwa ada wanita-wanita yang secara abadi (mu'abbad) dilarang untuk dinikahi karena terkait dengan hubungan darah dan perkawinan. Wanita yang terkait dengan hubungan darah itu adalah ibu, nenenk (hinggaa ke atas dari pihak ayah maupun ibu), bibi (saudara ayah dan saudara ibu, baik saudara kandung atau saudara seayah dan seibu), anank, cucu, cicit, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu, dan anak-anak mereka serta cucu-cucu mereka.

Kemudian hubungan karena susuan (radha'), baik ibu yang menyusui dan saudara sesusuan menjadi haram untuk dinikahi. Demikian pula anak saudara sesusuan dan keturunan dibawahnya.

Ada juga kemudian wanita-wanita yang karena pertalian perkawinan tidak boleh dinikahi secara abadi. Wanita-wanita itu adalah mertua, istri-istri mertua, dan nenenk istri (baik dari pihak ayah dan ibu mertua), menantu, dan anak bawaan istri yang telah digauli.

Kemudian ada juga wanita-wanita yang dilarang dinikahi bukan seterusnya (ghairu mu'abbad). Wanita-wanita ini adalah adik ipar yang tidak boleh dikawini selama saudaranya masih menjadi istri laki-laki tersebut. Namun, jika telah terjadi perceraian, maka adik ipar boleh dikawini. Demikian juga bibi istri dan kemenakan istri (anak saudara istri) yang tidak boleh digabung dengan istri namun boleh dikawini jika telah terjadi perceraian. Seperti Sayyidina Ali setelah wafatnya Sayyidah Fathimah menikah dengan Umamah, cucu Rasulullah (putri dari Sayyidah Zainab yang notabene kemenakan Fathimah). Namun, mengawini sekaligus dengan anak bibi (sepupu) istri tidak masalah.

Rasulullah bersabda dalam hadits Riwayat Abu Daud: "Jangan menikahi wanita atas bibi (dari ayah)nya, jangan menikahi bibi atas anak perempuan pamannya, jangan menikahi wanita atas bibi (dari ibu)nya, tidak pula bibi (dari ibu) dengan anak saudaranya, tidak yang tua atas yang muda, dan tidak yang muda atas yang tua." Mengapa?? Hal tersebut untuk menghormati hubungan kekerabatan keluarga istri.

Selanjutnya, Wanita-wanita yang tidak ada disifat pelarangan menikahinya, adalah wanita murtadd hingga ia menjadi muslimah kembali, non muslim yang bukan ahli kitab (watsaniyah), wanita majusi, dan menurut Imam Malik wanita yang akan dijadikan istri kelima. Juga, wanita-wanita masih memiliki suami sah, atau wanita tercerai yang masih dalam waktu iddah, atau mantan istri yang telah dicerai tiga kali yang belum melakukan kawin sela (tahlil).

Marja': Perkawinan dan Keluarga 441

Tidak ada komentar:

Posting Komentar