Minggu, 14 Februari 2010

Pernikahan yang Dilarang


Imam Syafi'i RA menganggap pernikahan dengan wanita yang telah dipinang orang lain sebagai pernikahan yang makruh. Sebab, pernikahannya sendiri sah hanya saja prosedurnya yang salah.

Ada beberapa bentuk dan macam perkawinan yang dilarang dalam Islam. Menurut Imam Syaffi'i ada beberapa perkawinan yang dilarang dan dianggap batal karena cacat rukunnya. Dalam kaitan perkawinan yang batal ini tidak memiliki dampak kewajiban apa pun semacam mahar, nafakah, tidak menjadi muhrim dengan mertua dan lainnya, tidak ada dampak nasab dan juga tidak ada iddah. ARtinya, pihak wanitanya langsung bisa kawin lagi dengan laki-laki lain.Imam Syafi'i menyebutkan sembilan pernikahan yang batal secara hukum:
1. Pernikahan Syighar. Pernikaha syighar itu semacam pernikahan barter. Seseorang menikahkan anaknya atau kerabatnya dengan maskawin mengawini anak atau kerabat pihak laki-laki. Dalam hal ini keperawanan masing-masing menjadi maskawin. Larangan ini muncul berdasarkan hadits Muslim dari Ibnu Umar: "Tiada bentuk syighar dalam Islam".

2. Nikah Mut'ah, yaitu pernikahan yang diberi jangka batasan waktu. Nikah Mut'ah kerap pula disebut dengan nikah mu'aqqad (terkait waktu). Misalnya nikah hanya sebulan atau dua bulan. Cacat pernikahan ini adalah mencantumkan batas waktu sementara Islam mengajarkan pernikahan untuk selamanya dan membina rumah tangga.

3. Pernikahan yang dilakukan oleh orang yang sedang berihram. baik pihak suami atau istri yang tengah melaksanakan ihram, baik ihram haji atau umrah. Tapi dalam keadaan ihram boleh seseorang menunjuk istrinya yang dicerai sekali atau dua kali, bukan thalaq tiga atau bain. Sebab, dalam fiqih merujuk (raj'ah) itu bukan melalui (ibtida' al-aqdi) tapi meneruskan yang lampau (istidamah).

4. Pernikahan yang dilakukan oleh para wali untuk seorang wanita dengan beberapa laki-laki secara tidak disadari dan diketahui. Misalnya, terjadi pernikahan yang dilakukan oleh beberapa orang yang merasa wali seorang wanita dengan laki-laki yang berbeda, namun objek istri hanya satu, serta tidak diketahui mana yang lebih dahulu dari perkawinan itu.

5. Menikahi wanita yang tengah dalam keadaan iddah (masa transisi) baik iddah karena suami mati atau cerai. Jika pernikahan ini telah mengakibatkan hubungan intim, maka keduanya dihukum sebagai hukuman zina.

6. Pernikahan dengan wanita yang diragukan kehamilannya sebelum habis masa iddahnya. Dalam kaitan ini harus ditunggu dulu statusnya, apakah benar-benar hamil atau tidak. Jika dalam keadaan tagu ini dilaksanakan, maka batallah nikahnya.

7. Pernikahan seorang muslim dengan wanita kafir -termasuk wanita yang murtad- yang bukan dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Kristiani). Menurut Dr. Wahbah Zuhaily, kebolehan mengawini kitabiyah (yahudi dan nasrani) jika siwanita memiliki keturunan yang sejak awal memang mengikuti agama itu, bukan pemeluk baru. Namun, Majelis Ulama Indonisia dalam fatwanya tahun 1983 melarang laki-laki muslim mengawini wanita kitabiyah karena pola budaya rumah tangga kita yang berbeda dengan di tanah Arabia. Disini, wanita sangat dominan terhadap rumah tangga sehingga jika pihak ibu bukan muslim akan sangat besar mempengaruhi anak-anak menjadi bukan muslim. Padahal tanggunjawab suami adalah menjaga keturunannya untuk tetap dalam satu iman dan agama.

8. Perkawinan dengan menikahi wanita yang suka berganti agama (muntaqilah min dinin ila akhar). Wanita seperti ini tidak boleh dinikahi sebelum masuk islam sepenuhnya.

9. Perkainan wanita muslimah dengan laki-laki kafir dan termasuk ahli kitab. Atau, jika salah satu pasangan ini atau keduanya murtad sebelum dukhul (malam pertama), maka batallah pernikahan mereka.

Disamping itu masih ada perbedaan pendapat antara haram dan makruh terkait dengan bentuk perkawinan. Imam Syafi'i hanya menganggap makruh pernikahan muhallil (laki-laki yang menjadi penyela pernikahan untuk wanita yang telah ditalak tiga kali/bain oleh suaminya) yang tidak diniatkan untuk membolehkan suami pertama mengawini kembali istrinya. Namun, Imam Hambali menilai pernikahan muhallil untuk tujuan memberi kesempatan kepada suami pertama mengawini adalah haram. Bahkan, menurut Hambali, pernikahan dengan suami pertamanya kemudian setelah perceraiannya dengan muhallil. Karena ini hanya bersifat mencicipi. Rasulullah bersabda: " Allah melaknat laki-laki yang suka mencicipi (dzawwaqin) dan wanita yang dicicipi (dzawwaqat).

Demikian juga Imam Syafi'i menganggap pernikahan dengan wanita yang telah dipinang orang lain sebagai pernikahan yang makruh. Sebab, pernikahannya sendiri sah hanya saja prosedurnya yang salah. Kalangan ahli fiqih mengkiyaskan hal ini dengan seseorang berwudhu dengan air curian atau tanpa izin pemiliknya (ghasab). Namun, madzhab lain menganggab pernikahan semacam ini batal. Menurut Imam Malik RA prnikahan manjadi rusak (fasakh) sebelum dukhul dan langsung terjadi talak bain yang tidak bisa dirujuk (raj'ah) kembali.

Wanita - Wanita Terlarang


"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh."

Islam menetapkan wanita-wanita yang boleh dinikahi dan menetapkan pula sejumlah wanita yang tidak boleh dinikahi. Pengaturan wanita yang boleh dinikahi dan yang tidak boleh dinikahi tertera dalam al-Qur'an surah an-Nisa' ayat 22, 23 dan 24.


Dari tiga ayat ini dapat disimpulkan bahwa ada wanita-wanita yang secara abadi (mu'abbad) dilarang untuk dinikahi karena terkait dengan hubungan darah dan perkawinan. Wanita yang terkait dengan hubungan darah itu adalah ibu, nenenk (hinggaa ke atas dari pihak ayah maupun ibu), bibi (saudara ayah dan saudara ibu, baik saudara kandung atau saudara seayah dan seibu), anank, cucu, cicit, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu, dan anak-anak mereka serta cucu-cucu mereka.

Kemudian hubungan karena susuan (radha'), baik ibu yang menyusui dan saudara sesusuan menjadi haram untuk dinikahi. Demikian pula anak saudara sesusuan dan keturunan dibawahnya.

Ada juga kemudian wanita-wanita yang karena pertalian perkawinan tidak boleh dinikahi secara abadi. Wanita-wanita itu adalah mertua, istri-istri mertua, dan nenenk istri (baik dari pihak ayah dan ibu mertua), menantu, dan anak bawaan istri yang telah digauli.

Kemudian ada juga wanita-wanita yang dilarang dinikahi bukan seterusnya (ghairu mu'abbad). Wanita-wanita ini adalah adik ipar yang tidak boleh dikawini selama saudaranya masih menjadi istri laki-laki tersebut. Namun, jika telah terjadi perceraian, maka adik ipar boleh dikawini. Demikian juga bibi istri dan kemenakan istri (anak saudara istri) yang tidak boleh digabung dengan istri namun boleh dikawini jika telah terjadi perceraian. Seperti Sayyidina Ali setelah wafatnya Sayyidah Fathimah menikah dengan Umamah, cucu Rasulullah (putri dari Sayyidah Zainab yang notabene kemenakan Fathimah). Namun, mengawini sekaligus dengan anak bibi (sepupu) istri tidak masalah.

Rasulullah bersabda dalam hadits Riwayat Abu Daud: "Jangan menikahi wanita atas bibi (dari ayah)nya, jangan menikahi bibi atas anak perempuan pamannya, jangan menikahi wanita atas bibi (dari ibu)nya, tidak pula bibi (dari ibu) dengan anak saudaranya, tidak yang tua atas yang muda, dan tidak yang muda atas yang tua." Mengapa?? Hal tersebut untuk menghormati hubungan kekerabatan keluarga istri.

Selanjutnya, Wanita-wanita yang tidak ada disifat pelarangan menikahinya, adalah wanita murtadd hingga ia menjadi muslimah kembali, non muslim yang bukan ahli kitab (watsaniyah), wanita majusi, dan menurut Imam Malik wanita yang akan dijadikan istri kelima. Juga, wanita-wanita masih memiliki suami sah, atau wanita tercerai yang masih dalam waktu iddah, atau mantan istri yang telah dicerai tiga kali yang belum melakukan kawin sela (tahlil).

Marja': Perkawinan dan Keluarga 441

PDAM: Air Mati


Sore ini seperti biasanya saya online, tidak banyak yang dibrowsing paling buka Facebook, jalan-jalan ke blog orang tuk silaturrahmi, baca baca artikel tak lain dari itu. tapi ada yang mo dicurhatkan neh, sebenarnya hanya ungkapan kesal aja.
Sudah dua hari ini air PDAM di rumah saya mati, sebelum sebelumnya mati juga tapi hanya malam hari. Jadi kebiasaannya jam 4.30 air hidup dan jam 18.30 air dah mati. Tetapi akhir akhir ini, sudah tidak beraturan lagi. Kadang malam hidup, siang mati.

Kemarin itu adalah puncaknya. Dua hari air PDAM tidak keluar. akhirnya dengan susah payah saya dan orang rumah "hijrah" ke rumah tetangga untuk sekedar numpang mandi dan mencuci. Memang disekitar rumah ada air irigasi, yang biasa digunakan warga sekitar untuk mencuci, mandi dan buang air. Saya pribadi tidak terbiasa begitu. Bagaimana kita mau mandi atau mencuci disitu??? Coba anda bayangkan, di hilir empang irigasi itu orang mencuci sementara hulunya orang buang air besar, terkadang kerbau mandi di hulu orang mandi dan mencuci di hilir. Terus terang saya tidak bisa, walaupun itu sudah menjadi tradisi warga disini.
Tibalah waktu yang menyenangkan, yaitu air PDAM mengalir kembali. kenapa??? Usut punya usut ternyata kran air PDAM yang menuju rumah kami ada yang menutup! Masya Allah, selama ini kami telah banyak menggunjing, mengumpat sana sini. Bagaimanalah PDAM, sudah dibayar kok air ga nyala. Korupsi saja, ga punya otak dan lain lain.
Memang, terkadang sebagai manusia kita tidak bisa mengontrol emosi kita. selalu ingin dilampiaskan. Tanpa dipikir panjang, asal teringat langsung keluar. Astaghfirullah.... semoga kejadian ini tidak terulang kembali. Kalau air may mati, matilah dengan wajar, artinya sesuai jadwal. gitu loh.. dan semoga saya dapat lebih mengontrol emosi, sehingga tidak langsung main tuduh sana tuduh sini.
Buat istriku tercinta, Tetap semangat ya. Jangan pernah mengeluh dengan keadaan. I love You Full.

Wisuda








Kamis, 11 Februari 2010

MENIKAH: Siapa Takut.

Allah berfirman dalam surat ar Ruum: 21 yang bermakna: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu kasih sayang... (QS.30:21)

Pendahuluan
Pernikahan merupakan kecenderungan dari manusia. Setiap manusia secara kodratnya pasti menginginkan pernikahan. Hal ini jelas tertera di dalam al-Qur'an yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini berpasang-pasangan.
Untuk itulah di dalam Islam Allah mengatur tata cara pernikahan agar tidak sembarang. Dalam islam jelas diterangkan apa itu pernikahan, fungsi dan tujuan serta tata cara yang dilakukan.

Banyak dari generasi sekarang yang masih berleha leha dalam berpacaran, walaupun pada hakikatnya tidak ada pacaran dalam Islam. Ketika mereka ditanya "kapan kalian menikah?" mereka menjawab "belum ada kerjaan, belum siap dan lain sebagainya". Memang sebelum melaksanakan pernikahan ada banyak persiapan yang harus kita laksanakan. Diantaranya ialah Kesiapan mental, fisik dan finansial. Tetapi ini jangan dijadikan alasan untuk menunda nunda pernikahan. Semakin lama seseorang berpacaran semakin besar kemungkinan mereka mendekati perbuatan yang dilarang Allah. Apalagi remaja zaman sekarang!! Allah sendiri telah berfirman "... Janganlah engkau dekati perbuatan Zina..."

TUJUAN PERNIKAHAN
Sebagaimana tertuang dalam firman Allah surat ar Ruum : 21 diatas, Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah membina rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng, saling mengasihi dan menyayangi sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangga. Sebagaimana tertuang di ayat tersebut Sakinah, Mawaddah, Warahmah. yaitu keluarga yang sakinah, yang dapat kita artikan sebagai damai, tentram dan rukun. Itu bukan berarti tidak ada pertengkarang tapi bagaimana kita bisa memenej permasalahan itu sehingga kita bisa menyelesaikannya tanpa harus terjadi pertengkaran, bahkan sampai saling maki memaki.

HIKMAH PERNIKAHAN
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari pernikahan. Salah satu hikmah yang bisa kita petik adalah untuk menyalurkan naluri seksual secara sah, menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan, memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak, membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang selama ini dipikul masing masing pihak, sehingga hubungan silaturrahmi semakin kuat dan terbentuk keluarga baru yang lebih baik.
Oleh karena itu untuk memulai pernikahan ada beberapa langkah yang perlu dilalui dalam upaya mencapai keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Langkah itu dimulai dari peminangan calon istri oleh pihak laki-laki. Sebaliknya calon istri juga berhak melihat dan menilai calon suaminya dari segi keserasian (kafaah). dan tentu yang paling penting, wanita yang dipilih haruslah bukan orang yang haram untuk dinikahi (mahram)
Setelah itu, calon pengantin juga harus mempersiapkan diri mereka untuk menjadi suami dan istri. Seharusnyalah mereka sudah mempunyai tujuan dan prinsip untuk menjalani hidup bersama. Sehingga kalau dikemudian hari kelak ada hal hal yang menyebabkan mereka bertengkar, mereka sudah punya konsep dan pengetahuan untuk menghadapi itu. Itulah sebabnya, maka calon pengantin harus mendapat bimbingan atau arahan sebelum mereka melangsungkan pernikahan, minimal tentang Konsep pernikahan dalam al-Qur'an dan al-Hadits serta bagaimana seorang muslim mengembangkan konsep tersebut untuk menjaga dan melestarikan pernikahan mereka. Seperti pengetahuan tentang akad nikah, hukum perkawinan, reproduksi sehat, psikologi perkawinan, problematika yang muncul dalam keluarga, penanaman nilai keimanan dalam keluarga, akhlakul karimah dan lain sebagainya. Dalam hal ini Pemerintah telah merespon kebutuhan tersebut dalam program Gerakan Keluarga Sakinah.

Oleh. M. Reza Pahlevi


Who Am I

Secara singkat saja saya terangkan tentang profile atau keterangan tentang diri saya. Berikut ini Biodata Saya:
Nama : M. REZA PAHLEVI
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 28 Pebruari 1979
Orang Tua Ayah : H. HASANUDDIN TARIQ
Ibu : Hj. HABSAH
Pekerjaan : CPPN pada KUA Kec. Panyabungan

Istri
Nama : ASMALIA SEPTIANI ZURI, S. Pd
Tempat/Tgl. Lahir : Tanjung Balai, 3 September 1986
Orang Tua, Ayah : Ir. Herimas
Ibu : Nun Zuraida

Suami Ideal

Dikalangan ikhwan, tentunya banyak yang dipersiapkan tuk menata hidup, bagaimana menjadikan dirinya sebagai seorang muslim, menjadi seorang pemimpin rumah tangga yang ideal. Begitu juga dengan akhwat. Segudang harapan digantungkan, untuk mendapatkan sosok suami yang ideal. Bagi ikhwan, bagaimana suami ideal itu ? Berikut sebagian ciri-ciri suami ideal yang disarikan dari Buku “Suami Ideal”, Pengarang : Muhammad Rasyid Al Uwaid, Penerbit Darul Falah – Jakarta
Ini sebagian ciri yang ada :
1. Tidak ringan tangan dan tidak melecehkan
Seorang suami yang ideal dalam pandangan Islam ialah yang menghormati istrinya, tidak melecehkannya, bersabar menghadapinya dan tidak memukulnya. Dalam hal ini dia mengikuti jejak Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam yang sama sekali tidak pernah memukul seorang istri.
2. Tidak pelit mengucapkan kata kata yang baik
Suami yang ideal adalah yang memanfaatkan rukhshah (keringanan) dalam Islam, dengan berkata dusta terhadap istri, untuk menyenangkan istrinya, memuaskan hatinya dan memupuk rasa cintanya. Insya Allah seorang suami tidak akan menyesali satu ungkapan cinta yang dia sampaikan kepada istrinya pada saat tertentu, karena dengan begitu justru dia dapat memetik hasil yang baik, mendorong istri semakin berbakti kepadanya dan memberikan apa pun yang dapat dia berikan tanpa batas.

3. Mengajak istri taat kepada Allah
Seorang suami yang ideal adalah yang mengajarkan berbagai masalah agama kepada istrinya dan menyuruhnya taat kepada Allah. Dia harus menampakkan hasratnya ini dan juga keinginannya untuk memelihara istri dari neraka Jahannam.
Firman Allah,“Wahai orang orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (At Tahrim : 6)
Umar bin Al Khaththab bertanya, “Wahai Rasulullah, kami dapat memelihara diri kami, lalu bagaimana cara kami memelihara keluarga kami?” Beliau menjawab, “Hendaklah kalian menyuruh mereka, melarang meraka, dan mendidik mereka.” Ali bin Abu Thalib, Qatadah dan Mujahid berkata, “Peliharalah diri kalian dengan perbuatan kalian dan peliharalah keluarga kalian dengan nasihat kalian.”
4. Berbuat adil terhadap semua istri
Seorang suami yang mampu menikahi lebih dari seorang istri, dia harus berbuat adil diantara mereka dalam hal tempat tinggal dan nafkah, sebagaimana yang diperintah Allah.
5. Menutupi kesalahan istri
Akhlak seorang suami yang ideal adalah yang mampu menutupi kesalahan kesalahan istrinya, tidak menceritakannya kepada siapa pun, tidak kepada keluarganya maupun orang lain. Diantara buah yang dapat dipetik dari akhlak yang agung ini adalah :
• Memperkecil wilayah perselisihan antara suami-istri
• Membuat istri malu sendiri, membuatnya menyesali perbuatannya yang melampaui batas karena membuka perselisihan dengan suami
• Mendorong istri melakukan hal yang sama, sehingga dia juga menutupi kesalahan suami dan tidak menceritakannya kepada keluarganya atau kepada siapa pun
• Menutup pintu bagi usaha Iblis yang hendak memperlebar perselisihan diantara suami istri
• Mendatangkan dan menumbuhkan kasih sayang diantara suami istri
6. Menampakkan kelebihan istri dan kebaikan kebaikannya
Mengapa banyak suami yang tidak mau memuji istrinya dan tidak mau memperlihatkan kebaikan kebaikannya? Sebagian diantara mereka ada yang terlalu sibuk dengan aktivitas kehidupannya, sehingga di dalam benaknya tidak pernah terlintas pikiran untuk memuji istrinya. Bagaimana caranya untuk memuji seorang istri? Dengan mengatakan keutamaan keutamaannya, tentang amal amalnya yang shalih, tentang tabiatnya yang baik, tetapi jangan membicarakan kecantikan seorang istri dihadapan lelaki lain, karena dilarang oleh Islam.
7. Mencegah perselisihan dengan istri

Untuk mencegah perselisihan dengan istri dapat ditempuh satu dari beberapa cara berikut
• Suami mengalah dari medan perselisihan dan pertengkaran
• Memenuhi keinginan istrinya yang menjadi sebab perselisihan selagi tidak membatilkan yang haq dan tidak membenarkan yang batil
• Bersikap diam dan tidak memancing amarah istri
• Berusaha membuat istri ridha dan puas dengan mencari pangkal perselisihan atau berusaha mengalihkan perhatian dari perselisihan itu
8. Menghormati kerja istri di rumah
9. Cemburu kepada istri
Kecemburuan tersebut tidak boleh berlebihan yang menyebabkan berubahnya rasa cemburu menjadi buruk sangka dan kesangsian
10. Membantu istri dan menyertainya
11. Meminta izin kepada istri dalam hal yang menyangkut haknya
Bukankah meminta izin kepada istri ini justru memuliakan wanita, menjaga perasaan dan haknya?
12. Berhias untuk istri
13. Berlomba dengan istri
Pada suatu hadits dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berlomba lari dengan Aisyah. Apa yang terkandung dalam hadits tersebut?
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak Ummul Mukminin Aisyah untuk lomba lari hingga dua kali. Ini merupakan petunjuk bagi kaum lelaki agar memiliki inisiatif pertama untuk meniru lomba ini. Sebab adakalanya istri punya perasaan takut kepada suami sekiranya dia yang mengusulkannya lebih dahulu.
• Ada baiknya jika suami tidak menunjukkan dirinya sebagai pemenang terus menerus. Adakalanya dia perlu mengalah kepada istrinya.
• Bukan berarti suami harus mengalah terus kepada istrinya, dengan maksud untuk menyenangkan hatinya, karena hal ini menghilangkan hakikat lomba lari itu dan menghilangkan rasa kompetitif.
• Suami harus ingat bahwa lomba ini hanya dalam batasan canda dan memupuk kasih sayang, bukan dalam arti yang sesungguhnya yang memancing amarahnya, lalu berubah menjadi perselisihan, yang berarti hal ini bertentangan dengan tujuannya.
14. Memprioritaskan pemberian kepada istri daripada yang lainnya
15. Sabar menghadapi istri
16. Menunjukkan kasih sayang ketika istri sedang haid atau nifas
17. Tidak perlu ragu meminta pendapa istri
18. Mengucapkan salam kepada istri
19. Mendahulukan ibu daripada istri
20. Berdoa bagi kebaikan istri
21. Menyimpan rahasia istri
22. Menyediakan tempat tinggal bagi istri
Firman Allah (yang artinya) : “Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian.” (Ath Thalaq : 6)
23. Memilih istri yang baik
24. Membantu pekerjaan istri di rumah
Kita tentunya sadar, sebagai umat akhir zaman. Tidak ada yang sesempurna itu. Akan tetapi ingatlah salah satu janji Alloh,
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), danwanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, ideal yang kita harapkan, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.
Itulah wasilah membentuk keluarga Islami yang dimulai dari bagaimana menentukan kriteria untuk kemudian menanamkan syariat Islam dalam diri pribadi, keluarga, dan lingkup masyarakat yang lebih luas. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan orang-oang yang beriman lelaki dan perempuan sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah 71)
“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
“Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, kabulkanlah do’a kami.”

Sumber: http://akhsa.wordpress.com/2008/04/27/menjadi-suami-ideal/